Sabtu, 06 Januari 2018

tugas kuliah....

Judul Resensi: Pembenaran Konsep Tafsir Bil Ra’yi.
Pengarang: Sofyan  Solehuddin                                          
Identitas Buku
Judul buku: Tafsir Bil Ra’yi
Nama Pengarang: DR. H. Anshori LAL., MA.
Nama Penerbit: Gaung Persada Press Jakarta
Ketebalan Buku: 182 Halaman
Tahun Terbit: 2010
ISBN: 978-602-8807-04-3

 


Pendahuluan

                   Al-Qur’an merupakan salah satu kitab suci yang sangat subtansial, progresif dan dinamis. Potret bahasa dan ajaran yang ditertera dalam Al-Qur’an butuh pemahaman, pengamatan dan analisi yang mendalam sehingga benar-benar menghasilkan sebuah proyeksi analisis yang objektif. Proses analisis penginterpretasian yang dinamis ini yang pada akhirnya memunculkan sebuah pemahaman yang memberikan konsep jalan terbaik yang bisa megantarkan kepada kebenaran.

                   konsep yang muncul dan berkembang dalam menginterpretasikan suatu ayat ada dua terminologi penafsiran yaitu: Tafsir bi al-Ma’tsur dan Tafsir bil Ra’yi. Dari Kedua terminologi ini yang masih diperdebatkan konsep kebenarannya adalah tafsir bil ra’yi sedangkan tafsir bi al-Ma’tsur ulama’ tafsir sepakat itu merupakan konsep yang sah dan dapat diterima.  Tentunya ulama’ mempunya argumentasi tersendiri terkait keabsahan atau ketidak absahan dari kedua metode tadi.
                   Di sinilah buku ini hadir dihadapan pembaca mengulas konsep tafsir bil ra’yi secara komprehensif yang notabena masih ada pro-kontra dikalangan ulama’ tafsir  dalam fungsinya menafsirkan Al-Qur’an. Di dalam buku ini argumentasi-argumentasi ulama’ yang menerima dan yang menolak tafsir bil ra’yi dideskripsikan secara jelas dan mudah dipahami. Untuk itu, penulis meresensi isi buku ini guna memberikan penjelasan singkat khususnya tentang pro-kontra ulama’ tafsir dalam menerima konsep tafsir bil ra’yi, di mana dalam buku ini terdapat 10 halaman dalam pembahasan bab tersebut. Tentunya bukan hanya itu saja yang dibahas dalam buku ini. Ada lain seperti halnya syarat-syarat dan kode etik bagi siapa saja yang ingin mengaplikasiakan tafsir bi ra’yi ini. Pemaparan seperti ini sangatlah penting mengingat adanya segelintir orang yang menafsirkan tanpa pikir panjang bahkan mengikuti hawa nafsunya yang cendrung membenarkan mazhab yang dianut.
Pembahasan

                   Zaman ini, perkembangan penafsiran sangat variatif ada yang menggunakan konsep bil ma’tsur namun lebih banyak menggunakan konsep bi ra’yi dengan mengkombinasikannya dengan riwayat-riwayat yang shahih. Terlepas dari itu semua, awal dari konsep bi ra’yi ini dahulunya menuai kontrofersi dari kalangan ulama’ tafsir pada masa itu, mengingat bi ra’yi ini adalah konsep yang cendrung untuk mengikuti hawa nafsu. Dengan dasar itulah ulama’ salaf mengambil jalan kehati-hatian dalam menafsirkan Al-Qur’an.
                   Untungnya telah hadir ditengah-tengah kita sebuah karya yang nantinya dapat membantu kita memahami esensi dari tafsir bi ra’yi yaitu sebuah buku yang berjudul tafsir bil ra’yi menafsirkan al-qur’an dengan ijtihad ditulis oleh DR. H. Anshori LAL., MA. Di dalam buku itu dijelaskan argumentasi-argumentasi tentang pentingnya konsep penafsiran bi ra’yi.
                   Isi dari buku ini adalah sangat komprehensif kaitannya dengan metode tafsir bi ra’yi. Si pembaca akan diajak memahami syarat-syarat, kode etik, atau mengenai masalah-masalah yang harus dihindari oleh mufasir. Adapun titik penting yang akan diresensi dari buku ini adalah fokus pada pembahasan alasan-alasan yang argumentatif tentang bolehnya kondep metode bi ra’yi. Berikut akan penulis deskripsikan kajian yang ada dalam buku ini khususnya tentang pro-kontra Ulama’ terhadap tafsir bi al-ra’yi.

Pro-Kontra Ulama’ terhadap tafsir bi ra’yi

                   Eksistensi interpretasi bi ra’yi dari dahulu sampai sekarang masih debatebel. Sebagian ulama’ dan mufasir tidak setuju kalau al-qur’an ditafsirkan oleh seseorang walau dirinya alim dan mengerti grametikal bahasa dan sastra Arab. Menurut pendapat mereka yang boleh itu kalau menafsirkan al-qur’an sesuai dan persis dengan apa yang disampaikan dan diriwayatkan oleh Rasulallah. Sementara ulama’ dan mufasir yang lain berpandangan bahwa sah-sah saja seseorang yang alim dan berpengetahuan luas untuk menafsirkan  al-qur’an.
Berikut beberapa alasan ulama’ yang menolak tafsir bi ra’yi:
Pertama: mereka berkeyakinan bahwa hasil penafsiran melalui metode ini kemungkinan besar tidak sama dengan apa yang dikehendaki Allah karena cendrung berdasarkan pada perkiraan saja. Pendapat ini dibantah oleh ulama’ yang setuju terhadap tafsir bi ra’yi yaitu dengan alasan bahwa perkiraan dan prasangka itu bisa dibenarkan sebagai ilmu apalagi jika ada potensi kebenaran di dalamnya.
Kedua: ulama’ yang tidak setuju terhadap metode bi ra’yi beralasan bahwa yang pantas menafsirkan Al-Qur’an adalah hanya rasulallah saja. Lagi-lagi pendapat ini dibantah oleh ulama’ yang setuju terhadap tafsir bi ra’yi. Menurut mereka pendapat dia atas itu berlaku pada saat nabi masih hidup, sedangkan untuk kontek sekarang yang notabena masalah bermunculan sehingga butuh pembaharuan penafsiran Al-Qur’an maka tafsir bi ra’yi ini sangatlah penting keberadaannya.
Berikut alasan ulama’ yang setuju dan pro terhadap tafsir bi ra’yi:
Pertama, alasan yang dipegang teguh oleh mereka adalah bahwa Allah sendiri menganjurkan hambanya untuk menggunakan akal, pemikiran, perenungan dan penelitian. Sebagaimana dalam al-qur’an “maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an. (QS. An-Nisa: 82).
Kedua: ulama’ yang berpendapat bolehnya tafsir bi ra’yi berargumentasi dari fakta yang terjadi dikalangan sahabat yang berbeda pendapat dalam menafsirkan Al-Qur’an dimana itu semua karena para sahabat belum mendapatkan semua penjelasan dari nabi. Mereka hanya mendapatkan penjelasan yang sedikti terkait permasalahan yang belum kompleks.

Hakikat perbedaan pendapat tafsir bi ra’yi

                   Dalam menyikapi perbedaan pendapat akan bolehnya konsep tafsir bi ra’yi, Husein al-Dzahabi berkata bahwa perbedaan itu semua hanya dalam kontek bahasa saja. Bukan perbedaan hakiki. Didukung oleh al-Raghib al-Ashfihani, bahwa mereka yang memakai tafsir bil ma’tsur tidak akan melampaui periwayatan yang ada sedangkan yang menggunakan tafsir bi ra’yi hanya akan dilakukan oleh orang yang benar-benar paham agama dan memiliki kapasitas mendalam dalam penafsiran. Yang jadi permasalahan sebenarnya hanya pada saat terjadinya ekstremisme dalam penafsiran, itu pun sudah diantisipasi oleh ulama’ dengan mengatur penafsiran al-qur’an atas dasar ra’yu.

Penutup

                   Pembahasan dalam metode penafsiran ini sangat bagus agar supaya kita semua tidak kaku lagi menggunakan penafsiran bi ra’yi. Namun sekarang yang menjadi evaluasi kedepannya bagi kita semua adalah benar-benar memperhatikan syarat kode etik dan rumusan-rumusannya sebelum menggunakan tafsir bi ra’yi ini. Agar tidak ada lagi hasil penafsiran yang cendrung menguatkan mazhab yang dianut.
                   Dan tentunya buku ini bagus untuk konsumsi mahasiswa khususnya jurusan Ushuluddin mengingat pembahasan ini ada dalam jurusan tersebut. Selain karena penjelasan yang lugas juga karena reverensi yang diambil dalam buku ini sangat akuratdan presentatif.
                   Terakhir dari peresensi bahwa dalam buku ini sebenarnya ingin memberikan pemahaman tentang kedudukan dan urgensi bi ra’yi ini dalam sebuah penafsiran.
                  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar