Kamis, 04 Januari 2018

.  Nama; Sofyan Solehuddin

 Tafsir Tahlili dalam Surah An-Nisa’ dari Ayat 138 sampai Ayat 149

 بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (138) الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (139) وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا (140) الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا (141) إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا (142) مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا (143)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا (144) إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا (145) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (146) مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا (147) لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا (148) إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا (149)
“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah”.“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih”,“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam”,
“(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang berima”.“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya”.“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?. Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar”.“Apa yang dilakukan Allah dengan penyiksaan terhadap kamu, jika kamubersyu-kur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.”“Allah tidak menyukai terang-terangan dengan keburukan menyangkut ucapan, kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”“Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa”.



Pembahasan

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (138)
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih”,

Mufradat: kata الْمُنَافِقِينَ mempunyai arti berpura-pura, بَشِّرِ mempunyai arti (akhbara) yaitu “kabarkan”
Tafsir: Allah memerintahkan Rasulallah agar mengabarkan kepada orang-orang munafik bahwa yang mereka lakukan akan mendapatkan azab yang pedih kelak di hari pembalasan. Dan kabar ini mengandung penegasan dengan penggunaan kata بِأَنَّ. Secara tidak langsung ayat ini memberikan ancaman dan sekaligus menakut-nakuti atas apa yang mereka perbuat.

 الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (139)
“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah”.

Mufradat: أَوْلِيَاءَ mempunyai arti teman akrab, atau pemimpin.
Munasabah: ayat mempunyai keterkaitan dengan  ayat sebelumnya yaitu sebagai penjelas mengenai orang-orang munafik.
I’rab: الَّذِينَ menjadi نعت  kata الْمُنَافِقِينَ.

Tafsir: Pada ayat ini, menginterpretasikan ayat sebelumnya yaitu menjelaskan ciri-ciri orang munafik bahwa orang munafik itu orang yang menjadikan orang yahudi atau orang kafir sebagai pemimpin dan teman akrab mereka. Bukan menjadikan orang muslim sebagai teman atau pemimpin mereka. Sehingga al-Qur’an menyindir mereka dengan pertanyaan Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu?. Sindiran ini sebenarnya merupakan isyarah agar mereka berfikir lebih jernih lagi dalam mencari teman akrab atau pemimpin. Dan agar tidak bergantung hidup kepada mereka sampai membela mati-matian. Karena yang berhak kita berharap hanya kepada Allah karena Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.

 وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا (140)
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam”,
Mufradat: الْكِتَابِ mempunyai arti al-Qur’an, pada kata itu ada alif dan lam yang menandakan bahwa kata tersebut ma’rifat, dimana fungsinya sebagai penegas bahwa kitab itu adalah al-Qur’an saja bukan dapat diartikan kitab Taurat, Injil, atau Zabur.
Ilmu Qira’at: وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ imam Ashim berbeda dengan al-Baqun dalam membaca huruf nun dan zai yaitu beliau membacanya dengan baris atas (fathah). Sedangkan al-Baqun membaca huruf nun dengan baris dhammah dan zai dengan baris bawah. Selain dari kata tersebut ada kata yang وَيُسْتَهْزَأُ dimana Hamzah dan Hisyam membacanya ada dua cara pada saat waqaf  yaitu ibdal (mengganti) huruf hamzah menjadi huruf alif dan membaca huruf hamzah dengan hamzah secara raum.[1]
Munasabah: relasi ayat ini dengan ayat sebelumnya bahwa ayat sebelumnya menjelaskan ciri-ciri orang munafik sedangkan pada ayat ini lebih memperjelas sikap orang munafik yaitu mereka suka mengolok-olok al-Qur’an.
Tafsir: Al-Qur;an diturunkan oleh Allah agar umat manusia mempunyai pegangan hidup di Dunia, oleh karena itu maka wajib bagi umat manusia khususnya orang islam agar selalu menjaga, mengamalkan dan menghafalnya. Dan apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), respon kita kepada mereka harus tegas, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Sebelum kamu terpengaruh hasutan mereka. . Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Ini peringatan kepada seluruh umat islam agar tidak mengikuti, menyetujui apalagi mendukung perbuatan orang-orang munafik tadi. Jika itu dilakukan maka secara tidak langsung termasuk bagian mereka. Dan perbuatan jelak yang dilakukan oleh orang munafik dan orang kafir  akan dibalas oleh Allah . Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.
الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا (141)
“(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang berima”.
Mufradat: فَتْحٌ asalnya mempunyai arti membuka, namun pada kata ini mempunyai arti kemenangan. Sedangkan kata يَتَرَبَّصُونَ mempunyai arti sama dengan kata ينتظرون yaitu menunggu.
I’rab: الَّذِينَ menjadi نعت  kata الْمُنَافِقِينَ.[2]
Munasabah: ayat ini menjelaskan tentang sifat kemunafikan, sedangkan ayat sebelumnya juga menjelaskan sikap orang munafik.
Tafsir: Allah memperjelaskan tentag ciri-ciri dan sikap orang munafik pada ayat ini yaitu orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin) pada saat berperang. Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?". Mereka sengaja pura-pura bertanya seolah-olah mereka bagian dari umat islam yang ihlas berperang. Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?". Secara tidak langsung sikap seperti ini sangat tidak pantas untuk dikatakan sebagai bagian dari umat islam. Mereka pura-pura hanya untuk kepentingan pribadi. Padahal semua itu tidak lepas dari pantauan Allah SWT. Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat. Keputusan yang bijak dan adil yaitu jika mereka islam tanpa melakukan hal yang dilakukan orang munafik, maka tentu masuk surga dan jika mereka pura-pura (menjadi orang munafik) dalam beragama tentu mereka akan masuk neraka. Dan yang perlu kita ketahui bahwa Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا (142) مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا (143)
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya”.

Mufradat: يُخَادِعُونَ berasal dari kata خدع yang artinya menipu, mengelabuhi, menyombongkan, atau mengkhianati.
Munasabah: kedua ayat ini mempunyai korelasi dengan ayat sebelumnya  yaitu sama-sama menjelaskan sifat atau sikap orang-orang munafik. Jika ayat sebelumnya berbicara tentang sikap orang munafik pada saat berperang sedangkan pada kedua ayat ini menjelaskan sikap orang munafik pada saat mereka beribadah vertikal seperti salat. Yang mana mereka tidak   mengingat Allah kecuali sedikit, dan masih tidak jelas kualitas keimanan mereka.
Tafsir: orang-orang munafik mempercayai diri mereka bahwa mereka sudah dapat menipu Allah dan orang-orang muslim, padahal mereka sebenarnya sudah menipu dirinya sendiri. Sebagaimana dijelaskan pada surah al-Baqarah ayat 9; Mereka menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka menipu diri mereka sendiri tanpa mereka sadari. Ini menjadi pelajaran kepada kita agar sekali-kali tidak melakukan sikap munafik atau sikap-sikap yang lain yang tidak terpuji (seperti bohong, kikir atau hasud). Karena sejatinya orang yang berbuat demikian secara tidak langsung sudah melakukan kepada mereka sendiri.
Dan Biasanya orang munafik tidak akan khusu’ pada saat salat bahkan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Karena tidak ada keihlasan dalam hati mereka. Yang ada justru Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Padahal Allah selalu memantau segala perbuatan mereka. Dan pada saat salat tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
Hati Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), seharusnya mereka tegas dalam keimanan. maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. Karena dalam urusan hati hanya ada ditangan Allah. Tidak ada yang bisa mengubah hati siapa pun merubah menjadi baik atau buruk.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا (144) إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا (145) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (146)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?. Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar”.
Ilmu Qira’at: pada kata فِي الدَّرْكِ Ashim, Hamzah dan Hisyam membaca pada huruf ra’ dengan sukun. Berbeda dengan Al-Baqun membaca huruf ra’ dengan baris atas.
Munasabah: ayat sebelumnya menjelaskan sikap orang-orang munafik (sikap yang sangat tidak baik), sedangkan pada ayat-ayat ini memberikan ketegasan kepada orang-orang muslim agar tidak menjadikan mereka (orang-orang munafik) apalagi orang-orang kafir sebagai teman akrab, pemimpin, atau pun panutan hidup, karena meraka tidak pantas untuk ditiru mengingat ayat sebelumnya mengambarkan sikap mereka (orang-orang munafik) yang tidak baik. Dan pada ayat-ayat ini juga memberikan penegasan akan balasan orang-orang munafik yaitu masuk neraka kecuali yang bertobat.
Tafsir: setelah Allah menerangkan sikap orang munafik, Allah mengingatkan kita agar hati-hati terhadap mereka (orang munafik atau yang terindikasi kemunafikannya) dalam kehidupan kita baik untuk pertemanan atau pun dalam kepemerintahan. Oleh karena itu, kita harus berusaha mencari teman akrab atau pemimpin yang benar-benar baik khususnya yang muslim dan meninggalkan orang-orang munafik apalagi orang-orang kafir.  
Islam melarang menjalin pertemanan yang terlalu akrab atau melarang memilih pemimpin dari golongan mereka bukan tanpa alasan, itu semua lantaran sifat mereka (orang munafik) yang tidak baik, mereka tidak mempunyai keimanan yang jelas dan tidak mempunyai rasa cinta kepada Allah, sikap mereka sama seperti orang kafir yaitu tidak mempunyai keimanan kepada Allah, keduanya tidak baik dijadikan wali oleh orang muslim. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Posisi orang munafik lebih berbahaya dari pada orang kafir, lantaran orang munafik pura-pura masuk ke dalam komunitas islam yang biasanya hanya mengambil keuntungan saja. mereka akan cendrung lebih mementingkan kemaslahatan agama mereka.
Sesungguhnya Balasan kelak di akhirat  yang mempunyai sikap seperti orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. itu semua tidak akan berubah takdirnya Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Sehingga Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.
مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا (147)
“Apa yang dilakukan Allah dengan penyiksaan terhadap kamu, jika kamubersyu-kur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.”
Tafsir:Dalam kontek ini, Allah menganjurkan manusia agar bersyukur dan beriman. Pada ayat ini, Bersyukur disebut lebih dahulu dari pada beriman karena bersyukur mengantarkan manusia menyadari akan keagungan Allah, dan kalau dia sadar atas keagungan itu maka benih-benih iman akan muncul. Namun tidak berhenti disitu, setelah iman muncul dari diri seorang muslim maka mereka seharusnya mengasah lebih dalam lagi agar keimanan itu berbuah menjadi tingkatan paling tertinggi manusia bersyukur. 
Allah menyebutkan dirinya syakir yang artinya: Allah akan membalas lebih banyak lagi atas ibadah hambanya yang sedikit. Allah menganugerahkan nikmat tanpa batas waktunya atas amal-amal yang dilakukan oleh hambanya yang dilakukan di hari-hari yang terbatas.[3]

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا (148)
“Allah tidak menyukai terang-terangan dengan keburukan menyangkut ucapan, kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Tafsir: ayat-ayat sebelumnya menjelaskan sikap orang munafik yang sangat buruk, sehingga menimbulkan ketidaksukaan di hati orang muslim kepada mereka. Di saat kondisi seperti ini, Allah mengingatkan mereka (orang muslim) agar tetap menjaga sikap dan ucapan mereka. Karena Allah tidak suka orang muslim yang mengeluarkan kata-kata buruk dari lisannya. Selain karena berdambak buruk bagi dirinya dengan dibalas perkataan buruk juga oleh orang munafik juga supaya menjaga agama islam dari ucapan buruk mereka (orang munafik). Ucapan yang demikian, diperkenankan hanya kepada orang yang dizalimi.
 إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا (149)
“Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa”.
Tafsir: setiap manusia mempunyai naluri kebaikan dalam hidupnya. Karena dalam diri manusia mempunyai sifat teologis yang tidak bisa dihilangkan. Ketika seseorang sering mengasah hatinya untuk menjadi lebih baik maka pada akhirnya dia akan menemukan jalan menuju kebaikan tersebut.
Kebaikan itu bukan hanya diukur dengan tingkat ibadah vertikalnya saja yang dinilai, tetapi juga keperduliannya atas sesama yang harus dijaga juga. Apalagi tujuan ibadahnya murni hanya mengharap ridha Allah saja. Biasanya orang seperti itu cendrung untuk tidak menampakkan kebaikannya. Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.

















[1]Muhsin Salim, Ilmu Qira’at Tujuh, (Jakarta: Yayasan Tadris AL-QUR’AN YATAQI Pusat Jakarta. 2008). Hal. 189.
[2]Muhyiddin Bin Ahmad Musthafa, I’rabul Al-Qur’an wa Bayanuhu. (Dar Al-Yamamah. 1415). Jild.2. hal. 356.
[3] Quraih Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: lentera Hati, 2009). Cet. 1. Hal. 775. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar