tugas kuliah....
Judul Resensi: Pembenaran Konsep
Tafsir Bil Ra’yi.
Pengarang: Sofyan Solehuddin
Identitas Buku
Judul buku: Tafsir Bil Ra’yi
Nama Pengarang: DR. H. Anshori LAL., MA.
Nama Penerbit: Gaung Persada Press Jakarta
Ketebalan Buku: 182 Halaman
Tahun Terbit: 2010
ISBN: 978-602-8807-04-3
Pendahuluan
Al-Qur’an
merupakan salah satu kitab suci yang sangat subtansial, progresif dan dinamis.
Potret bahasa dan ajaran yang ditertera dalam Al-Qur’an butuh pemahaman, pengamatan
dan analisi yang mendalam sehingga benar-benar menghasilkan sebuah proyeksi
analisis yang objektif. Proses analisis penginterpretasian yang dinamis ini
yang pada akhirnya memunculkan sebuah pemahaman yang memberikan konsep jalan
terbaik yang bisa megantarkan kepada kebenaran.
konsep
yang muncul dan berkembang dalam menginterpretasikan suatu ayat ada dua terminologi
penafsiran yaitu: Tafsir bi al-Ma’tsur dan Tafsir bil Ra’yi. Dari Kedua
terminologi ini yang masih diperdebatkan konsep kebenarannya adalah tafsir bil
ra’yi sedangkan tafsir bi al-Ma’tsur ulama’ tafsir sepakat itu merupakan konsep
yang sah dan dapat diterima. Tentunya
ulama’ mempunya argumentasi tersendiri terkait keabsahan atau ketidak absahan
dari kedua metode tadi.
Di
sinilah buku ini hadir dihadapan pembaca mengulas konsep tafsir bil ra’yi secara
komprehensif yang notabena masih ada pro-kontra dikalangan ulama’ tafsir dalam fungsinya menafsirkan Al-Qur’an. Di
dalam buku ini argumentasi-argumentasi ulama’ yang menerima dan yang menolak
tafsir bil ra’yi dideskripsikan secara jelas dan mudah dipahami. Untuk itu,
penulis meresensi isi buku ini guna memberikan penjelasan singkat khususnya
tentang pro-kontra ulama’ tafsir dalam menerima konsep tafsir bil ra’yi, di
mana dalam buku ini terdapat 10 halaman dalam pembahasan bab tersebut. Tentunya
bukan hanya itu saja yang dibahas dalam buku ini. Ada lain seperti halnya
syarat-syarat dan kode etik bagi siapa saja yang ingin mengaplikasiakan tafsir
bi ra’yi ini. Pemaparan seperti ini sangatlah penting mengingat adanya
segelintir orang yang menafsirkan tanpa pikir panjang bahkan mengikuti hawa
nafsunya yang cendrung membenarkan mazhab yang dianut.
Pembahasan
Zaman
ini, perkembangan penafsiran sangat variatif ada yang menggunakan konsep bil
ma’tsur namun lebih banyak menggunakan konsep bi ra’yi dengan
mengkombinasikannya dengan riwayat-riwayat yang shahih. Terlepas dari itu
semua, awal dari konsep bi ra’yi ini dahulunya menuai kontrofersi dari kalangan
ulama’ tafsir pada masa itu, mengingat bi ra’yi ini adalah konsep yang cendrung
untuk mengikuti hawa nafsu. Dengan dasar itulah ulama’ salaf mengambil jalan
kehati-hatian dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Untungnya
telah hadir ditengah-tengah kita sebuah karya yang nantinya dapat membantu kita
memahami esensi dari tafsir bi ra’yi yaitu sebuah buku yang berjudul tafsir bil
ra’yi menafsirkan al-qur’an dengan ijtihad ditulis oleh DR. H. Anshori LAL.,
MA. Di dalam buku itu dijelaskan argumentasi-argumentasi tentang pentingnya
konsep penafsiran bi ra’yi.
Isi
dari buku ini adalah sangat komprehensif kaitannya dengan metode tafsir bi
ra’yi. Si pembaca akan diajak memahami syarat-syarat, kode etik, atau mengenai
masalah-masalah yang harus dihindari oleh mufasir. Adapun titik penting yang
akan diresensi dari buku ini adalah fokus pada pembahasan alasan-alasan yang
argumentatif tentang bolehnya kondep metode bi ra’yi. Berikut akan penulis
deskripsikan kajian yang ada dalam buku ini khususnya tentang pro-kontra Ulama’
terhadap tafsir bi al-ra’yi.
Pro-Kontra Ulama’ terhadap tafsir bi
ra’yi
Eksistensi
interpretasi bi ra’yi dari dahulu sampai sekarang masih debatebel. Sebagian
ulama’ dan mufasir tidak setuju kalau al-qur’an ditafsirkan oleh seseorang
walau dirinya alim dan mengerti grametikal bahasa dan sastra Arab. Menurut
pendapat mereka yang boleh itu kalau menafsirkan al-qur’an sesuai dan persis
dengan apa yang disampaikan dan diriwayatkan oleh Rasulallah. Sementara ulama’
dan mufasir yang lain berpandangan bahwa sah-sah saja seseorang yang alim dan
berpengetahuan luas untuk menafsirkan
al-qur’an.
Berikut beberapa alasan ulama’ yang
menolak tafsir bi ra’yi:
Pertama: mereka berkeyakinan bahwa hasil
penafsiran melalui metode ini kemungkinan besar tidak sama dengan apa yang dikehendaki
Allah karena cendrung berdasarkan pada perkiraan saja. Pendapat ini dibantah
oleh ulama’ yang setuju terhadap tafsir bi ra’yi yaitu dengan alasan bahwa
perkiraan dan prasangka itu bisa dibenarkan sebagai ilmu apalagi jika ada
potensi kebenaran di dalamnya.
Kedua: ulama’ yang tidak setuju
terhadap metode bi ra’yi beralasan bahwa yang pantas menafsirkan Al-Qur’an adalah
hanya rasulallah saja. Lagi-lagi pendapat ini dibantah oleh ulama’ yang setuju
terhadap tafsir bi ra’yi. Menurut mereka pendapat dia atas itu berlaku pada
saat nabi masih hidup, sedangkan untuk kontek sekarang yang notabena masalah
bermunculan sehingga butuh pembaharuan penafsiran Al-Qur’an maka tafsir bi
ra’yi ini sangatlah penting keberadaannya.
Berikut alasan ulama’ yang setuju dan
pro terhadap tafsir bi ra’yi:
Pertama, alasan yang dipegang teguh
oleh mereka adalah bahwa Allah sendiri menganjurkan hambanya untuk menggunakan
akal, pemikiran, perenungan dan penelitian. Sebagaimana dalam al-qur’an “maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an. (QS. An-Nisa: 82).
Kedua: ulama’ yang berpendapat
bolehnya tafsir bi ra’yi berargumentasi dari fakta yang terjadi dikalangan
sahabat yang berbeda pendapat dalam menafsirkan Al-Qur’an dimana itu semua
karena para sahabat belum mendapatkan semua penjelasan dari nabi. Mereka hanya
mendapatkan penjelasan yang sedikti terkait permasalahan yang belum kompleks.
Hakikat perbedaan pendapat tafsir bi
ra’yi
Dalam
menyikapi perbedaan pendapat akan bolehnya konsep tafsir bi ra’yi, Husein
al-Dzahabi berkata bahwa perbedaan itu semua hanya dalam kontek bahasa saja.
Bukan perbedaan hakiki. Didukung oleh al-Raghib al-Ashfihani, bahwa mereka yang
memakai tafsir bil ma’tsur tidak akan melampaui periwayatan yang ada sedangkan
yang menggunakan tafsir bi ra’yi hanya akan dilakukan oleh orang yang
benar-benar paham agama dan memiliki kapasitas mendalam dalam penafsiran. Yang
jadi permasalahan sebenarnya hanya pada saat terjadinya ekstremisme dalam
penafsiran, itu pun sudah diantisipasi oleh ulama’ dengan mengatur penafsiran
al-qur’an atas dasar ra’yu.
Penutup
Pembahasan
dalam metode penafsiran ini sangat bagus agar supaya kita semua tidak kaku lagi
menggunakan penafsiran bi ra’yi. Namun sekarang yang menjadi evaluasi
kedepannya bagi kita semua adalah benar-benar memperhatikan syarat kode etik
dan rumusan-rumusannya sebelum menggunakan tafsir bi ra’yi ini. Agar tidak ada
lagi hasil penafsiran yang cendrung menguatkan mazhab yang dianut.
Dan
tentunya buku ini bagus untuk konsumsi mahasiswa khususnya jurusan Ushuluddin
mengingat pembahasan ini ada dalam jurusan tersebut. Selain karena penjelasan
yang lugas juga karena reverensi yang diambil dalam buku ini sangat akuratdan
presentatif.
Terakhir
dari peresensi bahwa dalam buku ini sebenarnya ingin memberikan pemahaman
tentang kedudukan dan urgensi bi ra’yi ini dalam sebuah penafsiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar