Makalah studi naskah tafsir
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Dewasa ini, carut marut kehidupan sudah tidak baik
lagi. Banyak di sekitar kita adanya dekadensi moral, korupsi meraja lela dan
konflik sosial lainnya yang masih
terjadi di dalam masyarakat. Seharusnya ini menjadi perhatian bagi kita semua
baik dari pihak pemerintah maupun dari individu masing-masing.
Kita harus menyadari bahwa konsekuensi perbuatan buruk
manusia akan berpengaruh keberlangsungan hidup manusia. Sebelum ini terjadi,
maka perlu kita berusaha untuk mengkaji penyebab korelasi perbuatan buruk
manusia dengan perubahan sosial dalam masyarakat.
Untuk menjawab semua ini, ternyata Alquran sudah
membahasnya terkait hubungan perbuatan buruk manusia dengan kerusakan moralitas
masyarakat.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas bagaimana
Alquran berbicara tentang perubahan yang ada dalam masyarkat. Pada makalah ini,
kami mengutip dari tafsir al-Maraghi, karena di sana memberikan penjelasan yang
sederhana yang mudah dipahami dan cukup kontekstual.
Rumusan Masalah
1.
Konsep perubahan masyarakat dalam Surat al-Anfal ayat 53
2.
Konsep perubahan masyarakat dalam Surah ar-Ra’d ayat 11
Tujuan Masalah
Makalah ini dibuat untuk memberikan pemahaman mendasar
dari penyebab adanya perubahan masyarakat menurut konteks Alquran.
PEMBAHASAN
1.
Konsep perubahan masyarakat dalam Surat al-Anfal ayat 53
Setiap
kehidupan masyarakat akan mengalami perubahan, baik itu perubahan menuju hal
positif maupun menuju kepada hal yang bersinggungan dengan unsur-unsur negatif.
Di sinilah Alquran membahas perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Yaitu pada
ayat beriku:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا
نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (53)
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu
mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 53).
Ayat-ayat sebelumnya menceritakan tentang sikap buruk orang munafik
dan orang kafir, kemudian pada ayat 50-51 menerangkan orang-orang kafir atau
secara khusus pasukan musyrik yang tewas dalam perang badar, bagaimana ketika
para malaikat mematikan meraka disebabkan perbuatan mereka sendiri. Kemudian
ayat 52 Allah menyerupakan orang-orang kafir atau musyrikin mekah dengan
pengikut-pengikut Fir’aun. Bahkan serupa dengan kaum-kaum sebelumnya. Kaum Nuh,
Hud, Soleh dan Luth. Mereka mendustakan Ayat-ayat Allah baik keesaan-Nya maupun
mendustakan Rasul-Nya. Mereka diazab karena dosa-dosa dan juga perilaku mereka.
Kemudian apa yang dialami oleh orang-orang kafir itu penyebabnya dijelaskan
oleh ayat ini.
Ayat ini mengingatkan bahwa Allah telah menyiksa kaum Quraisy
karena kekufurannya terhadap nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan kepada
mereka. Yaitu, ketika Allah mengutus kepada meraka seorang Rasul di antara
mereka sendiri, namun meraka mendustakaan, mengusir bahkan mereka perangi. Hal
ini, sebagaimana Allah telah nenyiksa umat-umat sebelum mereka karena dosanya.
Demikian telah berlaku sunnah Allah, yakni Dia tidak akan mengubah nikmat yang
telah dilimpahkan-Nya kepada suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah sendiri
keadaan yang menjadikan dia berhak memperoleh nikmat itu.
Ayat ini mengisyaratkan, bahawa nikmat-nikmat yang telah Allah
limpahkan kepada kelompok atau individu sejak pertama dan untuk selamanya
tergantung pada akhlak, sifat dan berbagai perbuatan yang dituntut oleh nikmat
itu. Maka, selama perkara-perkara ini tetap dan bersarang pada diri mereka,
maka nikmat-nikmat itu pun akan senantiasa tetap pada mereka. Allah tidak akan
mencabutnya dari mereka, sedangkan mereka tidak melakukan suatu kezaliman atau
dosa sedikit pun. Namun, apabila mereka mengubah sendiri akidah, akhlak dan
perbuatan baik yang seharusnya mereka lakukan, maka Allah tentu akan mengubah
bahkan mencabut nikmat yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Sehingga orang
yang kaya akan menjadi miskin, orang mulia menjadi hina, dan orang kuat menjadi
lemah.
Kebahagiaan, kekuatan dan kemenangan umat tidak tergantung pada
lapangnya kekayaan dan banyaknya jumlah bala tentara, sebagaimana prasangka
sebagian orang musyrikin yang diceritakan oleh Allah dengan firman-Nya.
“Dan mereka berkata, ‘Kami lebih banyak mempunyai harta dan
anak-anak (daripada kalian) dan kami sekali-kali tidak akan diazab.”
Demikian pula Allah tidak akan menganakemaskan sebagian bangsa dan
umat karena keturunan dan kelebihan sebagian nenek-moyangnya atas yang lain,
dengan kenabian atau yang lebih rendah dari itu. Sehingga Allah memberi mereka
kerajaan dan kepemimpinan, karena para Nabi mereka menjadi nenek-moyang mereka.
Seperti keadaan Bani Israil yang tertipu oleh ketergantungan mereka kepada
nenek moyangnya, dan melebihkan dirinya atas seluruh bangsa karena keturunannya
itu. Demikian halnya dengan kaum Nasrani dan Muslim sesudah itu. Mereka
mengikuti tradisi kaum yahudi dan tertipu oleh agamanya, meski mereka sendiri
kaum yang paling menentangnya.
Kemudian ayat ini ditutup dengan asma al-husna yaitu Allah Maha
Mendengar dan Maha mengetahui, yakni Allah Ta`ala Maha Mendengar apa yang
dikatakan oleh pendusta-pendusta para Rasul. Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat dan apa yang mereka tinggalkan. Dia memberikan balasan kepada
mereka atas apa yang mereka katakan dan perbuat; apabila baik maka dia akan
mendapatkan kebaikan, apabila buruk maka mereka mendapatkan keburukan.
Ayat ini serupa dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah apa yang terdapat pada satu kaum/masyarakat sampai mereka
mengubah apa yang terdapat dalam diri mereka” (QS. ar-Ra‘d: 11). Kedua ayat
tersebut—ayat ini dan ayat ar-Ra‘d—itu berbicara tentang perubahan, tetapi ayat
pertama berbicara tentang perubahan nikmat, sedang ayat ar-Ra‘d menggunakan
kata (i i) mâ/apa sehingga mencakup perubahan apa pun, yakni baik dari
nikmat/positif menuju nikmat/murka Ilahi/negatif maupun dari negatif ke
positif.
2.
Konsep perubahan masyarakat dalam Surah ar-Ra’d ayat 11
Selain pada Surat al-Anfal ayat 53 ada juga Surah ar-Ra’d yang
membahas tentang konsep perubahan masyarakat. Untuk lebih jelasnya akan dibahas
di bawah ini:
اللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تَحْمِلُ كُلُّ أُنْثَى وَمَا تَغِيضُ الْأَرْحَامُ وَمَا تَزْدَادُ وَكُلُّ
شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ (8) عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْكَبِيرُ
الْمُتَعَالِ (9) سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهِ
وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ بِاللَّيْلِ وَسَارِبٌ بِالنَّهَارِ (10) لَهُ
مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا
لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ (11)
“Allah
mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan apa yang berkurang di
dalam rahim dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukuran(nya). (Allah)
Yang mengetahui semua yang gaib dan yang tampak; Yang Maha besar lagi Maha tinggi.” “Sama saja siapa di antara kamu yang merahasiakan
ucapan, dan siapa yangberterus-terang dengannya, dan siapa yang bersembunyi di
malam hari dan yang berjalan di siang hari. Ada baginya pengikuti-pengikut yang
bergiliran, di hadapannya dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
apa yang ada pada diri mereka Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.”
Allah Swt. telah menerangkan keingkaran kaum musyrikin yang tidak
percaya hari pembangkitan di ayat-ayat sebelumnya. Seperti pada ayat: “Apabila
kami telah menjadi tanah, apakah kami sungguh akan (dikembalikan) menjadi
mahluk yang baru?” (Ar-Ra’d,:5). Perkataan yang seperti itu, karena mereka
menganggap bahwa bagian-bagian tubuh hewan yang sudah mati akan bercerai berai,
berserakan bahkan sudah dimakan oleh hewan buas, atau mungin bagian yang
lainnya sudah dibawa terbang oleh elang atau garuda yang dimakan di tempat yang
jauh.
Menyikapi keingkaran yang dilakukan oleh orang musyrikin ini, Allah
merespon semua itu dengan penjelasan
ayat-ayat di atas. Bahwa Allah itu maha kuasa dan maha mengetahui atas segala
sesuatu yang ada di bumi, janin dan kondisinya yang ada di dalam rahim ibunya.
Apa yang menurut pandangan kita tidak tampak namun bagi Allah semuanya tidak
ada yang samar.
Penjelasan
singkat:
اللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ أُنْثَى pada ayat ini Allah menyatakan bahwa Allah itu mengetahui
kondisi janin yang ada dalam rahim wanita. Entah janin itu laki-laki atau
berjenis perempuan. Sebagaimana dalam Surah Lukman ayat 34 “Dan dia mengetahui
apa yang ada di dalam rahim”. Allah pun mengetahui seberapa lama manusia
berkembang dan hidup di dalam rahim. Sebagaimana pada ayat “ Dan dia
mengetahui apa yang kurang dan lebih (bertambah) pada rahim”. Baik yang
kurang itu dari jumlah anak yang biasanya ada yang satu bahkan lahir tiga anak
sekaligus, maupun kurang dari segi fisik yang kadang terlahir tidak sempurna.
Begitu juga Allah mengetahui kejadian yang lebih (bertambah) di dalam rahim.
Baik itu lebih (bertambah) dari segi lamanya bayi yang ada dalam rahim yang
kadang ada yang hanya tujuh bulan atau sampai sepuluh bulan. Maupun lebih (dari pada yang lain) yaitu
bagus dari segi fisik (ganteng dan cantik, imut dan lucu ). Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukuran(nya). Allah tidak sembarangan dalam menciptakan itu semua.
عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ayat ini memberikan pemahaman bahwa semua yang ghaib hanya Allah
yang maha mengetahui. Allah mengetahui terhadap apa yang tidak bisa dilihat oleh
manusia dengan mata telanjang seperti melihat janin yang ada di dalam rahim
atau bekteri-bakteri yang sangat kecil. Kecuali manusia menggunakan alat untuk
melihatnya. Tapi semua itu tetaplah ada batasan dan kelemahannya tidak dengan
keagungan Allah yang tanpa batasan karena Allah itu “Yang Maha besar lagi Maha tinggi”
سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهِ secara tidak langsung ayat ini menjadi potret keagungan
Allah bahwa tidak ada yang samar dan rahasia di sisinya. Seseorang yang
merahasiakan ucapannya tidak ada rahasia
lagi di sisi Allah. Seseorang yang bersembunyi di malam hari tidak lagi ada
rahasia di sisi Allah.
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ terdapat indikasi pada ayat ini bahwa manusia itu
diapit oleh empat malaikat pada siang hari dan empat malaikat pada malam
harinya secara bergantian. Dua malaikatnya sebagai penjaga dan dua malaikatnya
lagi pencatat amal. Andai saja manusia menyadari itu semua tentu manusia tidak
akan melakuka hal-hal yang dilarang.
إِنَّ اللَّهَ لَا
يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.”
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu
kaum, berupa nikmat dan kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka. Sehingga
mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, seperti kezaliman
sebagian mereka terhadap sebagian yang lain, dan kejahatan yang menggerogoti
tatanan masyarakat serta menghancurkan umat seperti bibit penyakit
menghancurkan individu.
Ayat tersebut juga menekankan bahwa perubahan yang dilakukan oleh
Allah haruslah didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh masyarakat
menyangkut sisi dalam mereka. Tanpa perubahan ini, mustahil akan terjadi
perubahan sosial. Karena itu, boleh saja terjadi perubahan penguasa atau bahkan
sistem, tetapi jika sisi dalam masyarakat tidak berubah, keadaan akan tetap
bertahan sebagaimana sediakala. Jika demikian, sekali lagi perlu ditegaskan
bahwa dalam pandangan Alquran yang paling pokok guna keberhasilan perubahan
sosial adalah perubahan sisi dalam manusia karena sisi dalam manusialah yang
melahirkan aktivitas, baik positif maupun negatif, dan bentuk, sifat, serta
corak aktivitas itulah yang mewarnai keadaan masyarakat apakah positif atau
negatif.
Abu Bakar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya jika manusia melihat orang yang melakukan kezaliman,
kemudian mereka tidak menindaknya, maka hampir Allah SWT meluaskan siksaan
kepada mereka semua.”
Kebenaran hadis
ini dikuatkan oleh firman Allah SWT yang artinya:
“Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kalian.” (QS.
Al-Anfal: 25).
Pembicaraan ini
telah dijabarkan di banyak tempat oleh Musthafa
al-Maraghi. seorang ahli sejarah besar yaitu Ibnu Khaldun mengisyaratkan
kebenaran ini di dalam Muqaddimah, bahkan menulis bab khusus dengan
judul “Kezaliman adalah pertanda
rusaknya kemakmuran”. Dengan metodenya sendiri dia berbicara panjang
lebar tentang kebenaran ini, membuat berbagai perumpamaan dengan peristiwa yang
banyak terjadi pada umat sebelum dan sesudah Islam. Dia menjelaskan, bahwa
kezaliman telah merobohkan singgasana, menghinakan umat, dan menjadikan mereka
santapan bagi para penjajah serta contoh bagi umat lain.
Melihat keadaan
umat Islam dewasa ini, daerah-daerah mereka dikuasai oleh bangsa barat, bahkan
mereka sendiri dihinakan dan dijajah, suatu keadaan yang berbeda dengan
sebelumnya di sini, terdapat pelajaran bagi orang yang mau merenungkan dan mendengarkan
kebenaran ini. Alquran menjadi saksi atas kebenaran pandangan tersebut: “Bahwasanya
bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.” (QS. Al-Anbiya’: 105).
Hamba-hamba yang saleh di sini ialah mereka yang patut untuk
memakmurkan dan memanfaatkan segala kebaikannya, baik yang tampak maupun yang
tidak tampak.
وَإِذَا
أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ
“Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya.”
Apabila Allah
menghendaki suatu keburukan bagi suatu kaum seperti penyakit, kemiskinan, dan
musibah lain yang disebabkan oleh ulah mereka sendiri, maka tidak seorang pun
yang dapat menolak apa yang telah ditakdirkan Allah bagi mereka.
Di sini terdapat
isyarat bahwa tidak patut meminta agar keburukan segera didatangkan sebelum
kebaikan , atau siksaan sebelum pahala. Sebab jika Allah telah menghendaki dan
menimpakan kepada mereka, maka tidak seorang pun yang dapat menolaknya.
Kesimpulannya adalah, sangat tidak bijaksana untuk meminta agar perkara
tersebut segera didatangkan.
وَمَالَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
“Dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Mereka tidak
mempunyai selain Allah seseorang yang dapat menolong mereka, sehingga
mendatangkan manfaat dan menolak kemudaratan dari mereka. Tuhan-tuhan yang
merekaa jadikan tidak dapat melakukan sedikit pun dari semua itu, tidak pula
dapat menolak bahaya dari diri sendiri, lebih-lebih menolaknya dari yang lain.
Betapa indah
kata-kata mutiara seorang Arab Badui yang melihat berhala dikencingi musang,
sehingga dia naik lalu memegang dan memecahkannya berkeping-keping: Apakah
dinamakan tuhan, jika kepalanya dikencingi dua ekor musang, padahal telah
menjadi hina siapa yang dikencingi musang
Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak
dapat menciptakan lalat pun, walaupun mereka bersatu untuknya. Dan jika lalat
itu merampas sesuatu dari mereka tiadalah mereka dapat merebutnya kembali
darinya.”
KESIMPULAN
Konsep perubahan masyarakat ternyata dikarenakan kezaliman dari
adanya perilaku manusia itu sendiri. Pada prinsipnya, Allah menciptakan manusia
itu sangatlah adil. Allah sudah membekalkan manusia dengan begitu banyaknya
nikmat yang telah diberikan-Nya. Entah itu nikmat iman, sehat atau pun harta.
Namun seluruh nikmat itu berubah seketika diakibatkan oleh sikap buruk yang
dilakukan manusia. Andai kata manusia menjaga sikapnya di dunia dengan
berperilaku baik niscaya alam ini akan berdampak baik pula kepada penghuninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar